Star Wars X-Wing My Interpersonale(The Next): Mimpi: Batas Realita Kita

PPCIndoAtas

Senin, 14 November 2011

Mimpi: Batas Realita Kita

Selamat datang di post saya yang ke-delapan. Kali ini saya tidak akan membahas apa-apa, hanya akan berpendapat singkat tentang pentingnya suatu mimpi dan imajinasi bagi kita.

      “Berhenti bermimpi! kembalilah kepada kehidupan nyatamu!” Kalimat yang sering dilontarkan kepada para pemimpi yang mimpinya dianggap terlalu tinggi. Nasib para pemimpi memang sering dipandang rendah, dianggap remeh, bahkan dihujat. Tidak mudah memang memiliki mimpi yang tinggi. Banyak orang mendefinisikan mimpi mereka hanya sebagai tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai dalam range mereka saja, sehingga bagi orang-orang tersebut mimpi tidak lebih dari suatu checkpoint yang bisa mereka capai. Namun, bagi saya mimpi adalah suatu parameter antara harapan, imajinasi, dan realita. Imajinasi kita akan sesuatu hal yang mustahil akan menjadi kenyataan jika kita benar-benar berniat untuk mewujudkannya. Jadi semakin tinggi anda bermimpi, semakin tinggi pula niat dan requirement usaha anda untuk bisa mendekati mimpi tersebut.

      Jika suatu hari terbesit dalam pikiran kita suatu ide cemerlang, namun terkesan aneh dan mushtahil untuk diwujudkan, pasti kita merasa ide itu hanya jalan ke diri kita sendiri, tapi akan ditertawakan oleh orang lain. Seperti cerita penemuan ponsel. Tahukah anda bahwa produksi ponsel dulu pernah terhenti karena penemunya merasa bahwa produk itu tidak akan berguna bagi pasaran umum, melainkan hanya untuk tujuan militer? Kalau saja si penemu terus terjebak dalam pemikiran sempit itu dan mengubur mimpinya, ponsel yang sekarang kita miliki ini tidak akan pernah ditemukan. Dari satu contoh ini kita bisa menyimpulkan bahwa mimpi itu tidak selamanya masuk akal. Banyak orang mewujudkan ide “gila”nya dan terbukti tidak sia-sia.
           
     Ada juga kisah lain tentang Isaac Newton yang mengklaim bahwa ia enggan mempublikasi teori kalkulusnya karena takut ditertawakan. Akhirnya yang mempublikasikan teori kalkulus bukanlah Newton melainkan Gottfried Leibniz seorang ilmuwan dan ahli fisika. Para anggota Royal Society mulai menuduh Leibniz menjiplak karya Newton. Sejak itulah bermulainya perselisihan sengit antara Newton dengan Leibniz. Padahal Leibniz juga menemukannya sendiri tanpa menjiplak, hanya saja Leibniz berani untuk mempublikasikan teorinya kepada publik. Kalau saja Newton mau mempublikasikan teorinya pastilah hal ini tidak terjadi.

       Yang paling penting adalah jangan takut untuk bermimpi. Mimpi adalah batasan kita, jika kita mau bermimpi setinggi langit, maka kita juga harus berusaha setinggi langit juga. Namun jika kita hanya bermimpi sebatas tiang, usaha kita juga akan terbatasi oleh mimpi kita yang hanya sebatas tiang itu tadi. Dan yang tidak kalah penting adalah jangan pernah takut untuk mewujudkan ide-ide dari mimpi kita untuk dijadikan kenyataan, karena kita tidak akan pernah tahu sebelum kita benar-benar mencoba. Sebelum mengakhiri tulisan saya, saya akan memberi dua buah quotes yang akan memotivasi kita untuk terus bermimpi dan berimajinasi:

Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
(Andrea Hirata)

“Imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Pengetahuan terbatas, sedangkan imajinasi seluas langit dan bumi.”
(Albert Einstein)

Terima Kasih, Semoga Membantu....

4 komentar:

  1. keren tas...
    yang fiction ilmiah juga keren2.

    BalasHapus
  2. thx man!!, lain kali ngikut bahas h**tai juga dah

    BalasHapus
  3. wah tiru2 ni.
    ditunggu , klo bsa dikasih contoh sekalian.

    BalasHapus
  4. bagus buat renungan (y)
    brantaas komen punyaku dong :p

    BalasHapus